Minggu, 15 Januari 2012

PENGALAMAN PRIBADI YANG BERHUBUNGAN DENGAN ILMU SOSIAL DASAR (ISD) [memodali orang tidak mampu]

Berikut ini adalah pengalaman pribadi yang tidak pernah saya lupakan selamanya, setidaknya hingga saat ini. Pengalaman itu sederhana, tentang pertemuan saya dengan orang yang benar-benar miskin. Namun dari pertemuan itu, saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Yaitu, pertama tentang sesuatu yang sesungguhnya amat kecil dan sederhana tetapi ternyata bernilai tinggi. Kedua, usaha yang gigih, sabar, dan pantang menyerah ternyata membawa keberhasilan.
Peristiwa itu terjadi sudah tidak kurang dari empat tahun yang lalu. Ketika itu saya masih duduk di bangku SMP. Sudah menjadi kebiasaan, setiap sabtu sore dua minggu sekali, sepulang sekolah saya pulang kampung. Jarak dari rumah ke SMP, sekolah saya, yang berada di kota kawedanan cukup jauh. Ketika itu belum ada kendaraan umum. Maka, setiap pulang ke desa, saya harus berjalan kaki, kira-kira selama tiga jam.
Hanya cita-cita dan tekat saja yang mengantarkan saya sekolah ke kota. Saya sendiri lupa, apa sesungguhnya yang mendorong saya harus sekolah sampai tingkat lanjutan, padahal teman-teman saya sedesa, setamat dari sekolah dasar, bekerja membantu orang tua, bertani.
Seingat saya, orang tua selalu memberi gambaran, bahwa betapa menderitanya orang yang tidak bersekolah. Saya ingat, kata ayah, bahwa orang yang tidak sekolah itu akan menjadi orang bagaikan bandul. Benda itu hanya bisa bergerak jika digerakkan. Demikian pula arah geraknya, tergantung pemilik bandul itu. Kalimat seperti itulah di antaranya yang menumbuhkan semangat pada diri saya untuk melanjutkan sekolah.
Pada suatu hari, sekembali dari rumah menuju ke kota kawedanan, dengan berjalan kaki, terjadi hujan deras. Untuk berteduh, saya singgah di sebuah rumah baru, tidak jauh dari jalan. Saya dipersilahkan masuk oleh pemiliknya, agar tidak kedinginan. Rupanya, penghuninya adalah suami isteri yang baru saja menempati rumah, yang saya ingat rumah itu sekalipun baru, sangat sederhana, terbuat dari bahan kayu dan gedek (anyaman bambu).
Karena hujan cukup lama tidak berhenti, saya ditawari oleh pemilik rumah untuk menginap di rumah itu. Saya setuju, apalagi waktu sudah terlalu sore, dan perjalanan menuju kota kawedanan harus melewati hutan, saya tidak berani. Saya mengikuti saran pemilik rumah baru tersebut.
Sebelum tidur, dan waktu itu hujan masih belum sepenuhnya reda, pemilik rumah bercerita atas penderitaannya. Dia mengatakan bahwa hari itu, ia tidak bisa memberi apa-apa, misalnya makan malam, karena memang tidak memilikinya. Mendengar cerita itu saya yang pada saat itu masih duduk di SMP, sangat terharu, ikut merasakan betapa susahnya orang yang tidak memiliki apa-apa.
Biasanya, setiap minggu sore sekembali dari rumah ke kota, saya diberi sangu yang jumlahnya tidak banyak. Tapi berbeda dengan biasanya, saat itu memang agak berlebih, karena harus membayar SPP. Tanpa berpikir panjang, uang pemberian ayah, seluruhnya saya berikan kepada keluarga tersebut. Awalnya, mereka enggan menerimanya, tetapi saya memaksa, akhirnya diterima. Saya berani memberikan uang itu, dengan pertimbangan, sekalipun tidak membawa uang, kebutuhan saya dua minggu berikutnya masih tercukupi. Kewajiban pembayaran SPP masih bisa ditunda.
Pagi setelah subuh, saya berpamitan berangkat ke kota tujuan dengan berjalan kaki. Pemilik rumah rupanya tidak tega, saya diantar. Sesampai di ujung hutan, dan mata hari pun sudah mulai bersinar, saya mempersilahkan orang tersebut kembali. Saya sudah berani berjalan sendirian. Atas permintaan saya itu, pemilik rumah yang ngantar itu kembali, dan saya meneruskan perjalanan sendirian hingga nyampai di sekolah.
Suasana yang sangat mengharukan, dua minggu berikutnya, tatkala saya melewati lagi rumah yang saya ceritakan itu, pemiliknya sudah menghadang saya. Segera ia mengajak saya singgah, katanya ada sesuatu yang akan disampaikan. Segera dia menceritakan tentang uang yang dua minggu lalu saya berikan. Ia bercerita bahwa uang tersebut oleh isterinya dibelikan ketela pohon, kelapa, dan gula, lalu dimasak sebisanya dijadikan kue. Kue itu kemudian dijual ke pasar dan ternyata laku. Hanya dalam waktu dua minggu, modal itu sudah kembali dan bahkan ia juga bisa hidup dari jualan itu. Ia ingin mengembalikan pinjamannya.
Sesungguhnya, saya tidak berharap uang itu dikembalikan. Sejak awal saya sudah serahkan dengan ikhlas. Saya menyaksikan, ia dan isterinya, sangat gembira, haru, dan berkali-kali menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan saya. Saya tidak tahu lagi, orang tersebut sekarang apa masih ada, saya sudah lama tidak ketemu. Tetapi sekitar lima belas tahun yang lalu, tatkala sempat ketemu, ia masih ingat peristiwa itu. Keluarga itu sudah tidak miskin lagi, dan ia selalu mengakui bahwa modal awal kehidupannya dari sangu yang saya berikan. Setiap bertemu selalu menunjukkan rasa haru dan terima kasih yang amat mendalam, atas modal yang saya berikan tersebut.
Cerita ini memang sangat sederhana dan bahkan sangat sepele. Tetapi, jika dikaitkan dengan keadaan sekarang, di mana masih sedemikian banyak orang miskin, lagi tidak punya modal, maupun pekerjaan, maka pengalaman tersebut kiranya penting direnungkan. Andaikan kita semua, khususnya bagi yang sudah berlebih, bersedia memberikan modal, petunjuk, atau bimbingan kerja kepada mereka yang membutuhkan, akan banyak arti dan manfaatnya. Jumlah orang miskin pada saat ini memang sedemikian banyak. Namun jika kita berhasil mengentaskan satu keluarga saja, maka jumlah orang miskin yang besar itu, akan berkurang satu keluarga. Tidak sedikit orang miskin yang memiliki keuletan, jujur, dan tanggung jawab, sehingga tidak terlalu sulit diajak maju.
Cara sederhana mengentaskan kemiskinan sesungguhnya bisa dilakukan, tanpa harus berteori terlalu tinggi, berseminar terlebih dahulu, diskusi atau workshop, dan bahkan juga tidak harus lewat perumusan strategi yang pelik. Memang pendekatan ini skalanya kecil, tetapi jika dilakukan secara bersama, yakni oleh semua orang yang berkecukupan, maka hasilnya juga akan menjadi besar. Tidak sedikit orang yang tinggal di kanan kiri kita, yang memerlukan uluran tangan dan bimbingan. Dengan bermodalkan semangat hidup dan jiwa yang ulet, uluran tangan dan bimbingan itu akan banyak arti bagi kehidupan mereka.
Kisah yang saya alami dan tuturkan di muka, yaitu memberi modal pada orang miskin, ternyata memberikan pelajaran bahwa, sesuatu yang kecil dan sederhana ternyata bisa jadi penting bagi orang lain. Selain itu, sekecil apapun jika diusahakan sungguh-sungguh, ulet, dan semangat ternyata membawa hasil yang besar. Melalui contoh itu pula, kiranya dapat dipahami bahwa untuk mengentaskan kemiskinan di negeri ini, yang jumlahnya amat besar, sesungguhnya bisa juga dilakukan melalui cara sederhana, yakni masing-masing orang yang mampu membantu yang tidak mampu, sekecil apapun bantuan itu . Menolong orang tidak harus menunggu dalam jumlah banyak. Memulai dari yang kecil dan sederhana, kiranya segera bermanfaat. Wallahu a’lam.

PENGALAMAN PRIBADI YANG BERHUBUNGAN DENGAN ILMU SOSIAL DASAR (ISD) [MEMBERSIHKAN LINGKUNGAN RUMAH]

Pada Awal Tahun 2011... Daerah Kecamatan Gunung Putri tempat saya tinggal...
Diadakan Lomba kebersihan Lingkungan Yang mencakup 20 RT/RW...

Saya Yang Saat Ini Tinggal Di RT 02 RW 04.. Langsung Menggalahkan kegiatan Gotong Royong untuk Membersihkan Lingkungan Sekitar... Dengan Harapan Bisa jdi Juara Dalam Kebersihan Lingkungan Yang d adakan Oleh Dinas Kebersihan Lingkungan Daerah Bogor.....
Setiap Warga RT 02 mendapat kan Tugas mereka masing"...
seperti : buat para Bapak" membersihkan got dan merapikan sampah yang Berserakan...
             buat para Ibu" bisa membantu dengan membuatkan makanan dan Menyapu d sekitar halaman..
             buat kalangan Remaja dan anak" Bisa membantu suka rela untuk membersihkan Halaman kompleks..
Dan Perlombaan Kebersihan Di berikan waktu Selama 1 minggu... Untuk d ambil tingkat kebersihannya...
Semua warga bergegas membersihkan halaman mereka masing" dan halaman Sekitar...
termasuk Saya dan keluarga saya... Yang waktu itu Saya membantu membersihkan Got Dan membersihkan Halaman Rumah.... Dan dengan Semangat penuh kita Warga RT 02 membersihkan Halaman Komplek kita....

Dan akhirnya Perlombaan berakhir Yang saat itu berakhir pada Hari minggu...
Dan tinggal menunggu Hasilnya.... 

Tanpa Rasa kecewa.. Meskipun RT saya tidak mendapatkan Juara 1... Kita mendapatkan Juara Harapan.. Dan Itu udah sangat memuaskan Buat saya dan warga....
Disini Kami Dapat pelajaran penting.. bahwa banyak Manfaat Positif yang didapat setelah Kami mengikuti Lomba itu... Sperti : Jarang banjir atau Mampet, halaman bersih tidak ada sampah yg berserakan, terhindar dari penyakit, dan udara yang sejuk dari hasil kebersihan itu....

Nah jadi intinya... Jangan Lah berat tangan untuk membersihkan Halaman... apalagi Untuk mengangkat sehelai Daun ke tong sampah... karena dari 1 jenis Sampah itu dapat mengurangi dan Mencegah beribu macam wabah penyakit.. Dan yang pasti gak ada ruginya kalau halaman kita bersih...
Ingat KEBERSIHAN ADALAH SEBAGIAN DARI IMAN

MASYARAKAT PERKOTAAN DAN MASYARAKAT PEDESAAN

PENGERTIAN MASYARAKAT

 Kelompok manusia yang disebut masyarakat mengalami proses yang fundamental yaitu: adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota dan timbul perasaan berkelompok secara lambat laun.
Masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan sempit. Dalam arti luas masyarakat adalah ekseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya territorial, bangsa, golongan dan sebagainya.

PERBEDAAN MASYARAKAT DESA DAN MASYARAKAT PERKOTAAN 


Masyarakat pedesaan merupakan sekumpulan masyarakat yang tinggal atau bermukim di pedesaan. Umumnya masyarakat di pedesaan masih hidup jauh dari hingar binger dan ke glamouran atau gaya hidup masyarakat perkotaan. Mata pencaharian masyarakat pedesaan umumnya adalah berasal dari perkebunan atau pertanian. Hubungan antar masyarakat di pedesaan bisa dikatakan masih erat. Dengan kebiasaan ibu-ibu yang ngobrol di suatu rumah penduduk, bapak – bapak yang sering melakukan kerja bakti bersama dan anak- anak yang bermain mainan tradisional yang dimainkan secara berkelompok sehabis pulang sekolah. Berebeda dengan masyarakat perkotaan, masyarakat ini hidup di hiruk pikuk kesibukan kota. Dengan gaya hidup yang lebih tinggi dari pada masyarakat pedesaan, mata pencaharian masyarakat perkotaan lebih dari perkantoran dan industri. Hubungan antar masyarakat perkotaan bisa dibilang lebih renggang dari pada masyarakat pedesaan ini dikarenaan kesibukan masyarakat perkotaan yang menjadikan antar individu di perkotaan jarang saling berintraksi.


CIRI-CIRI NYA :
1. jumlah dan kepadatan penduduk
2. lingkungan hidup
3. mata pencaharian
4. corak kehidupan sosial
5. stratifikasi sosial
6. mobilitas sosial
7. pola interaksi sosial
8. solidaritas sosial
9. kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional





MASYARAKAT PEDESAAN

Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.

Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
  1. Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
  2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
  3. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
  4. Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adapt istiadat, dan sebagainya
 Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja .
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.

Hakikat Dan Sifat Masyarakat Pedesaan

Seperti dikemukakan oleh para ahli atau sumber bahwa masyarakat In¬donesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan dengan mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem.
Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial.

Gejala Masyarakat Pedesaan

a) Konflik ( Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan harmonis itu memang tidak sesuai dengan kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah penuh masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap hari mereka yang selalu berdekatan dengan orang-orang tetangganya secara terus-menerus dan hal ini menyebabkan kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.
b) Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan masyarakat.
c) Kompetisi (Persiapan)
Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.
d) Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong untuk bekerja lebih keras, maka hal ini tidaklah mendapat sambutan yang sangat dari para ahli.
Karena pada umumnya masyarakat sudah bekerja keras.



Masyarakat Perkotaan

Masyarakat perkotaan sering disebut urban community.  masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberap ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung padaorang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu.
3. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
5. Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi.
6. Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar


Unsur Lingkungan Perkotaan
 
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan,
seyogyanyamengandung 5 unsur yang meliputi :
  • Wisma : unsure ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga. Unsure wisma ini menghadapkan
  1. dapat mengembangkan daerah perumahan penduduk yang sesuai dengan pertambahan kebutuhan penduduk untu masa mendatang
  2. memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang telah ada agar dapat mencapai standar mutu kehidpan yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang aman dan menyenangkan
  • Karya : unsure ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsure ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.
  • Marga : unsure ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya didalam kota, serta hubungan antara kota itu dengan kota lain atau daerah lainnya.
  • Suka : unsure ini merupakan bagian dari ruang perkotaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian
  • Penyempurna : unsure ini merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam keempat unsur termasuk fasilitas pendidikan dan kesehatan, fasiltias keagamaan, perkuburan kota dan jaringan utilitas kota.



Aspek Positif dan Negatif

a. Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
b. Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c. Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d. Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e. Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
a. Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b. Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
c. Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d. Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e. Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah


 NAMA : Rangga Septa Haryanto
 NPM    : 15111873
KELAS  : 1KA12

 

Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat

PELAPISAN SOSIAL

Pelapisan social merupakan sebuah budaya dimana dalam suatu masyarakat terdapat kasta-kasta yang membedakan antar masyarakat. Dalam era modern seperti sekarang ini seharusnya sudah tidak terdapat lagi yang namanya membeda- bedakan kasta, derajat, yang miskin dan yang kaya. Hal seperti inilah yang dapat menyebabkan perpecahan di Negara kita Indonesia. Karena dengan adanya pemikiran seperti itu maka orang yang merasa berada pada lapisan masyarakat yang tinggi akan dapat dengan seenaknya menindas kaum-kaum yang berada dibawah mereka. Walaupun dalam keadaan dan kondisi tertentu pelapisan social masih berlaku dan harus tetap berlaku, seperti dalam sebuah institusi pendidikan ada guru dan ada murid, dalam suatu perusahaan ada atasan ( direktur, manager dll) dan ada bawahan ( staf, karyawan biasa) namun bukan berarti dengan adanya pelapisan social tersebut yang berada pada lapisan atas bisa seenaknya. Dalam kondisi yang demikian itu tetap harus ada timbale balik yang sepadan, seorang murid dan karyawan harus menghormati guru dan atasannya. Namun sebaliknya, sebagai guru dan atasan juga harus bisa menjadi contoh dan mengayomi murid dan bawahannya.

PENGERTIAN PELAPISAN SOSIAL
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosialP.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan. Istilah stand juga dipakai oleh Max Weber.

TERJADINYA PELAPISAN SOSIAL
Terjadinya Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:
– Terjadi dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
- Terjadi dengan Sengaja
Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.

PERBEDAAN SYSTEM PELAPISAN DALAM MASYARAKAT
Masyarakat terbentuk dari individu-individu. Individu-individu yang terdiri dari berbagai latar belakang tentu akan membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok social.
Masyarakat dan individu adalah komplementer dapat dilihat dalam kenyataan bahwa:
a) Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya
b) Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan menyebabkan perubahan
Ada beberapa pendapat menurut para ahli mengenai strafukasi sosial diantaranya menurut Pitirin A. Sorikin bahwa “pelapisan masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat”.
Theodorson dkk berpendapat bahwa “pelapisan masyarakat adalah jenjang status dan peranan yang relative permanen yang terdapat dalam system social didalam hal perbedaan hak,pengaruh dan kekuasaan”.
Masyarakat yang berstatifikasi sering dilukiskan sebagai suatu kerucut atau piramida, dimana lapiasan bawah adalah paling lebar dan lapisan ini menyempit keatas.
B. Peelapisan sosial cirri tetap kelompok sosial
Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh system sosial masyarakat kuno.
Didalam organisasi masyarakat primitifpun dimana belum mengenai tulisan. Pelapisan masyarakat itu sudah ada. Hal itu terwujud berbagai bentuk sebagai berikut:
a. Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban
b. Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa
c. Adanya pemimpin yang saling berpengaruh
d. Adanya orang-orang yang dikecilkan diluar kasta dan orang yang diluar perlindungan hukum
e. Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri
f. Adanya pembedaan standar ekonomi dan didalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum

Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:
1) Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2) Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal ).
study kasus :
pelapisan sosial pada kaum ningrat dengan kaum awam.
Kaum ningrat tidak di perbolehkan berhubungan dengan kaum awam dikarenakan perbedaan sosial.

 KESAMAAN DERAJAT 

Sebagai warga negara Indonesia, tidak dipungkiri adanaya kesamaan derajat antar rakyaknya, hal itu sudah tercantum jelas dalam UUD 1945 dalam pasal ..
1. Pasal 27
• ayat 1, berisi mengenai kewajiban dasar dan hak asasi yang dimiliki warga negara yaitu menjunjung tinggi hukum dan pemenrintahan
• ayat 2, berisi mengenai hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

2. Pasal 28, ditetapkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, menyampaikan pikiran lisan dan tulisan.
3. Pasal 29 ayat 2, kebebasan memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara
4. Pasal 31 ayat 1 dan 2, yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran.

PENDAPAT : Sejatinya manusia diciptakan oleh tuhan semua sama, tidak dibeda – bedakan. Dimata tuhan pun semua manusia sama hanya amal yang membedakannya. Inilah hakekat kesamaan derajat pada manusia. Pelapisan social sendiri sebenarnya yang membuat adalah manusia itu sendiri, namun apabila pelapisan social tersebut tidak di maknai dengan bijak akan terjadi banyak penyimpangan dan penyelewengan. Banyak contohnya, seperti majikan yang menyiksa pembantunya dan pejabat yang seenaknya memakan uang rakyat, itu merupakan akibat dari manusia yang lalai akan hakikatnya dan tidak memaknai pelapisan social secara bijak

 Nama : Rangga Septa Haryanto
NPM : 15111873
KELAS : 1KA12